Kamis, 21 Oktober 2010

Budidaya Kerbau Kalang (Salah satu plasma nutfah di Hulu Sungai Mahakam Kab. Kutai Kartanegara Kalimantan Timur)

Asal Usul Kerbau Kalang

Bermula pada tahun 1918 seorang pengusaha didesa melintang yang memelihara 18 ekor kerbau yang terdiri atas 6 ekor jantan dan 12 ekor betina, kerbau tersebut berasal dari kelawit bentian, saat itu cara pembelian dilakukan dengan sistem “Barter” (pertukaran barang). Adapun kerbau ditukar dengan barang-barang seperti emas, tembakau atau garam.
Dalam perkembangannya kerbau tersebut dibawa ke desa-desa disekitarnya seperti Muara Wis, Danau Jempang, Muara Muntai dan Tanjung Terakan Kab. Kutai Kartanegara. Hingga saat ini populasi ternak Kerbau Kalang mencapai 2.029 ekor yang tergabung dalam 4 kelompok.

Spesifikasi kerbau kalang

Kerbau Kalang sebenarnya merupakan jenis kerbau rawa (swamp buffalo) yang dipelihara dengan sistem kalang yaitu pada waktu musim banjir ternak ditampung dalam kandang yang disebut kalang, sedangkan pada musim kemarau kerbau dilepas sepanjang hari ke dalam hutan.
Adapun ciri-ciri kerbau kalang adalah sebagai berikut :
-     Memiliki tubuh pendek
-     Tanduk horizontal, melengkung berputar sejalan dengan bertambahnya umur, warnanya seperti warna bulu.
-     Anak saat lahir hingga muda memiliki warna bulu abu-abu, secara berangsur-angsur menjadi gelap/tua setelah dewasa.
-     Anak umur 1-2 minggu ditumbuhi bulu rambut warna kuning hingga cokelat sepanjang =15 cm.
-     Bobot lahir 30-40 kg.
-     Bobot dewasa kerbau jantan 450 kg dan betina dewasa 410 kg
-     Temperamen relatif jinak
-     Mempunyai birahi tenang (silent heat), dewasa kelamin 2-3 tahun
-     Jarak kelahiran satu dengan berikutnya adalah 2 tahun.
-     Kelahiran anak pertama pada umur 4-5 tahun
-     Umur produktif mencapai 10-12 tahun.

Kalang

Kalang adalah kandang penampungan kerbau disaat musim banjir tiba, yang terbuat dari kayu ulin dan berada ditepian sungai mahakam, pada umumnya terdapat pepohonan rindang disekitar kandang.
Bentuk kalang memanjang rata-rata berukuran 4x100m2 dengan kapasitas tampung 200 ekor. Lantai terbuat dari kayu, dengan tiang penyangga setinggi 4-6 m dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan ketinggian luapan air sehingga lantai senantiasa dalam keadaan kering.
Kalang dilengkapi dengan tangga sebagai sarana naik turunnya kerbau ke sungai. Pada bagian ujung kalang dilengkapi dengan tempat khusus untuk perwatan kerbau sakit atau induk melahirkan dan menyusui.
Dalam lingkungan kalang juga dilengkapi dengan balai pertemuan kelompok.

Sosial Ekonomi Kerbau Kalang
Peternak kerbau kalang dalam usahanya dilakukan secara berkelompok yang tergabung dalam ”Kelompok Tani Ternak”. Kelompok membuat kesepakatan-kesepakatan antara anggota yang dilaksanakan secara tertib oleh seluruh anggota. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap ternaknya sendiri disaat musim banjir mulai dari mencarikan makanan, membersihkan kandang, merawat ternak serta memberi tanda pada telinga kerbau miliknya. Sedangkan keamanan kalang menjadi tanggung jawab bersama kelompok.
Peternak jarang sekali menjual kerbaunya kecuali untuk alasan penting tertentu seperti membangun rumah, menunaikan ibadah haji, serta keperluan pendidikan anak. Jadi ternak kerbau merupakan tabungan serta dianggap dapat menunjukan status sosial seseorang.
Beternak kerbau kalang sangat menguntungkan karena tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit apalagi pada saat musim kering. Pakan yang diberikan hanya jenis rumput liar yang banyak terdapat disekitar kalang yaitu ”kumpai”. Dalam satu kalang pada setiap tahunnya akan terjadi pertambahan populasi =100 ekor dengan nilai jual kerbau sekitar Rp. 8.000.000,-/ekor. Perkiraan penghasilan kotor dalam satu kalang mencapai Rp. 800.000.000,-/tahun.
 

Pembibitan / Penggemukan Sapi Potong

Dasar Pemikiran

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, berbagai cara dilakukan dari seluruh sub sektor salah satunya sub sektor peternakan. Orientasi pembangunan peternakan berwawasan agribisnis diharapkan bisa menjawab tantangan yang dihadapi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi, 80% sapi potong didatangkan dari luar provinsi seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Bali. Tahun 2008 sapi potong yang masuk ke Kalimantan Timur 36.205 ekor, sedangkan yang dipotong di rumah potong hewan 31.754 ekor. Hal ini dapat dilihat sebagai suatu peluang bisnis yang menjanjikan dalam menopang perekonomian, melalui program penggemukan sapi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam jangka pendek dan melalui program pembibitan dapat menopang pemenuhan dalam jangka panjang. Dalam upaya penyediaan daging sapi yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dan kontrol pemotongan maka diperlukan Rumah Potong Hewan (RPH) yang representatif.

Tujuan

Untuk memenuhi kecukupan daging sapi yang setiap tahunnya meningkat, memperluas lapangan pekerjaan, memberi kontribusi peningkatan pertumbuhan ekonomi
Cakupan

Lokasi-lokasi potensial untuk pembibitan sapi di Desa Bahulaq-Kutai Kertanegara dan di Kec. Sepaku 4-Penajam Paser Utara, lokasi penggemukan di Samarinda, Kutai Kertanegara, Bontang dan Tarakan.
Tingkat pemotongan sapi terbesar terdapat di 2 daerah yaitu Balikpapan mencapai 11.212 ekor dan Samarinda 12.591 ekor pada tahun 2008, sehingga diutamakan pembangunan RPH di kota tersebut.

Masalah dan Kendala
Beberapa kendala yang dihadapi adalah :
-    Terbatasnya sumber bibit sapi di Indonesia
-    Jangkauan lokasi yang tersebar
-    Bergaining Position peternak dalam penjualan masih lemah.






Rabu, 20 Oktober 2010

Penangkaran dan Budidaya Rusa Sambar


Budidaya Rusa UPTD BPIB Api-Api

Rusa sambar
Berawal dari pusat penangkaran rusa tahun 1990/1991 berfungsi sebagai penangkaran/budidaya rusa dan Pengembangan Hijauan Makanan Ternak, ada percontohan ternak kambing dan ayam buras. Berdasarkan surat keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No.03 Tahun 2001 Tanggal 24 April 2001 tentang pembentukan struktur organisasi dan tatakerja dinas-dinas provinsi kalimantan timur, telah ditetapkan bahwa dinas peternakan mendapat pengembangan organisasi berupa 2 UPTD. Salah satunya adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pembibitan dan Inseminasi Buatan (UPTD-BPIB) yang ditempatkan di Desa Api-Api Kec. Waru Kab. Penajam Paser Utara. Disamping itu pemerintah pusat telah memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan Inseminasi Buatan (IB) melalui program Desentralisasi Balai Inseminasi Buatan. Untuk mendukung program tersebut pemerintah pusat telah memberikan bantuan 4 ekor sapi elite Bull yang terdiri dari 2 ekor sapi jenis Simental dan 2 ekor sapi jenis Limousine yang telah diterima bulan desember 2001.

Lokasi

UPTD BPIB Api-Api terletak di Jl. Negara KM 32 Desa Api-Api Kec. Waru Kab. Penajam Paser Utara Provinsi kalimantan timur. Luas areal 50 ha, dari luas areal tersebut 30 ha digunakan untuk lahan tanaman hijauan makanan ternak, selebihnya digunakan untuk bangunan perkantoran, laboratorium, perkandangan, gudang, rumah dinas dan jalan lingkungan.

Karakteristik
Rusa Sambar  (Rusa unicolor) termasuk golongan ruminansia yang mempunyai tingkah laku jelas berada dengan ruminansia lain, yaitu mempunyai ketajaman pendengaran, pemciuman, kecepatan melompat dan berlari cukup tinggi.
Pada umur dewasa berbadan besar, tungkai panjang, hidung gelap, dan suara khas melengking nyaring. Umumnya berwarna hitam kecoklat-coklatan dan cenderung coklat ke abu-abuan atau kemerahan, warna gelap sepanjang bagian atas. Bobot rusa Sambar dewasa (10 – 12 bulan), betina 80 – 90 kg. Panjang badan berkisar 1,5 m dan tinggi badan 1,4 – 1,6 m. bobot lahir 3 – 4 kg, sedangkan yang jantan antara 90-125 kg. Perkawinan alami secara umum berkisar antara bulan Juli sampai September, masa bunting ± 235 hari atau 7 – 8 bulan dan Calving Interval 10 – 12 bulan.

Perkembangan Ternak
Penangkaran dan budidaya rusa di Api-Api terbagi dalam 3 tahapan pengembangan yaitu : (1). Tahapan introduksi (1990-1995) metode pemeliharaan rusa masih secara otodidak melalui trial and error serta learning by doing. Selama kurun waktu ini dilakukan pengadaan rusa sebanyak 112 ekor, terjadi kelahiran 25 ekor, kematian 101 ekor sehingga populasi akhir 1995 sebanyak 46 ekor (jantan 19 ek, betina 27 ek), (2). Tahapan pengembangan (1996-2000), tidak ada lagi pengadaan rusa dan hanya pengembangkan rusa yang telah ada di penangkaran, (3). Tahapan komersial (2001-sekarang), Pada tahapan ini tercapai keputusan final tentang usaha budidaya (sebagai sentra bibit atau perpaduan antara usaha murni peternakan komersial dan kemitraan) serta keputusan “pengenalan” pada dunia usaha peternakan. Populasi sampai akhir Desember 2009 Sebanyak 217 ekor.

Tantangan dan Peluang

Rusa merupakan jenis ternak yang mempunyai potensi ekonomi tinggi, karena hampir seluruh bagian tubuh bisa dimanfaatkan, antara lain daging sebagai sumber protein, tanduk muda (velvet) sebagai bahan baku  obat tradisional, tanduk tua (antler) sebagai bahan industri, kulit sebagai bahan baku industri penyamakan kulit.
Rusa mempunyai potensi produksi daging yang tinggi dengan keunggulan menghasilkan karkas sebesar 56-58 % dibandingkan dengan sapi yang hanya 51-55 % dan domba 44-50 % (Semiadi, G. 1998). Daging rusa yang disebut venison, dikenal karena rendah kandungan kolesterol dan lemak, selain dari sifat dagingnya yang empuk, rasa yang spesifik (gamey flavour) dan rendah kalori. Hal inilah yang dicari oleh para konsumen tingkat menengah keatas dimasa kini.
Melihat dari potensi tersebut di atas, ternak rusa mempunyai prospek yang cukup menarik dikembangkan sebagai komoditi unggulan baru di bidang peternakan yang bisa diusahakan ke arah agribisnis dan agroindustri, bahkan sangat dimungkinkan untuk dikembangkan ke arah pengembangan agrowisata sebagai salah satu objek wisata dengan tetap menjaga kelestariannya.

   Perbandingan kandungan nutrisi daging rusa dengan ternak lainnya per 100 gram
Ternak
Kalori
(kkal)
Lemak
(gram)
Kolesterol
(mgr)
Protein
(gram)
Rusa merah
Sapi potong
Babi
Domba
Ayam
Kalkun
Ikan Salmon
159
214
219
178
159
154
138
3,30
9,76
10,64
7,62
3,42
3,45
5,75
66
92
101
83
83
68
39
25
31
29
25
31
29
20
  Sumber : Semiadi, G. Budidaya Rusa Tropika sebagai
                Hewan Ternak, 1998.